Ketentuan Pokok Perkawinan dalam Islam

 A.    Syarat Wali dan Saksi Nikah

Akad nikah tidak sah, kecuali ada seorang wali dan dua orang saksi yang jujur. Allah berfirman dalam QS. at-Talaq/65: 2:

فَاِذَا بَلَغْنَ اَجَلَهُنَّ فَاَمْسِكُوْهُنَّ بِمَعْرُوْفٍ اَوْ فَارِقُوْهُنَّ بِمَعْرُوْفٍ وَّاَشْهِدُوْا ذَوَيْ عَدْلٍ مِّنْكُمْ وَاَقِيْمُوا الشَّهَادَةَ لِلّٰهِ ۗذٰلِكُمْ يُوْعَظُ بِهٖ مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِ ەۗ وَمَنْ يَّتَّقِ اللّٰهَ يَجْعَلْ لَّهٗ مَخْرَجًا ۙ

2.  Maka apabila mereka telah mendekati akhir idahnya, maka rujuklah (kembali kepada) mereka dengan baik atau lepaskanlah mereka dengan baik dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu dan hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu karena Allah. Demikianlah pengajaran itu diberikan bagi orang yang beriman kepada Allah dan hari akhirat. Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan membukakan jalan keluar baginya,

 

Wali dan saksi merupakan syarat sah pernikahan. Oleh karena itu, tidak semua orang berhak menjadi wali dan saksi, orang yang dapat menjadi wali dan saksi adalah sebagai berikut:

1.      Islam

2.      Balig (sudah berumur sedikitnya 15 tahun)

3.      Berakal

4.      Merdeka

5.      Laki-laki

6.      Adil

 

B.     Syarat Ijab dan Kabul

Ijab kabul pernikahan adalah rukun yang harus dipenuhi saat akad pernikahan. Ijab dan kabul harus jelas dan beruntun, tidak berselang waktu. Mengenai pelaksanaan  ijab kabul, imam syafi’i memberikan beberapa ketentuan yang terhimpun dalam syarat sah sigat akad nikah, yaitu:

1.      Antara ijab dan kabul tidak tersisipi kata-kata yang bukan termasuk akad;

2.      Antara ijab dan kabul tidak tersisipi sikap diam yang cukup lama;

3.      Antara ijab dan kabul menunjukkan pengertian yang dipahami bersama;

4.      Tidak menggantungkan pada sesuatu;

5.      Tidak dibatas waktu;

6.      Tidak ada perubahan kata yang menunjukkan keragu-raguan, ketidakpastian terjadinya pernikahan;

7.      Diucapkan sehingg didengar oleh orang yang berada di belakang;

8.      Sampai dengan ijab kabul selesai keduanya harus tetap dalam keadaan layak secara hukum.

 

C.    Hukum Mahar

Mahar dikenal dengan istilah maskawin atau pemberian seorang laki-laki kepada perempuan yang dinikahi di saat akad nikah berlangsung, sejumlah benda atau barang tertentu, sesuai dengan kemampuan laki-laki. Allah swt. berfirman dalam QS. an-Nisa/4: 4:

وَاٰتُوا النِّسَاۤءَ صَدُقٰتِهِنَّ نِحْلَةً ۗ فَاِنْ طِبْنَ لَكُمْ عَنْ شَيْءٍ مِّنْهُ نَفْسًا فَكُلُوْهُ هَنِيْۤـًٔا مَّرِيْۤـًٔا

4.  Dan berikanlah maskawin (mahar) kepada perempuan (yang kamu nikahi) sebagai pemberian yang penuh kerelaan. Kemudian, jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari (maskawin) itu dengan senang hati, maka terimalah dan nikmatilah pemberian itu dengan senang hati.

 

Memberikan mahar bagi laki-laki kepada perempuan yang dinikahi adalah wajib, tetapi tidak menjadi rukun nikah. Apabila mahar tidak disebutkan pada waktu akad nikah, pernikahan itu tetap sah.

Banyaknya jumlah mahar tidak ditentukan dengan jelas atau dibatasi oleh syariat Islam, melainkan menurut kemampuan suami beserta keridhoaan istri. Meskipun tidak dibatasi waktu dan jumlah besar atau kecilnya, mahar tetap harus dibayar dan menjadi utang jika tidak dibayar setelah diucapkan. Ketentuan bagi suami yang menceraikannya istrinya sebelum bercampur (jima’) adalah wajib membayar seperdua dari mahar jika jumlah mahar itu telah ditetapkan oleh suami atau hakim. Allah swt. berfirman dalam QS. Al-Baqarah/2: 237:

وَاِنْ طَلَّقْتُمُوْهُنَّ مِنْ قَبْلِ اَنْ تَمَسُّوْهُنَّ وَقَدْ فَرَضْتُمْ لَهُنَّ فَرِيْضَةً فَنِصْفُ مَا فَرَضْتُمْ اِلَّآ اَنْ يَّعْفُوْنَ اَوْ يَعْفُوَا الَّذِيْ بِيَدِهٖ عُقْدَةُ النِّكَاحِ ۗ وَاَنْ تَعْفُوْٓا اَقْرَبُ لِلتَّقْوٰىۗ وَلَا تَنْسَوُا الْفَضْلَ بَيْنَكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ بِمَا تَعْمَلُوْنَ بَصِيْرٌ

237.  Dan jika kamu menceraikan mereka sebelum kamu sentuh (campuri), padahal kamu sudah menentukan Maharnya, maka (bayarlah) seperdua dari yang telah kamu tentukan, kecuali jika mereka (membebaskan) atau dibebaskan oleh orang yang akad nikah ada di tangannya. Pembebasan itu lebih dekat kepada takwa. Dan janganlah kamu lupa kebaikan di antara kamu. Sungguh, Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.

 

D.    Hukum Walimah

Kata walimah biasa berlaku untuk acara kegembiraan karena pernikahan atau disebut walimah pernikahan. Walimah dalam hukum Islam, terjadi perbedaan pendapat di kalangan para ulama. Ada yang berpendapat walimah itu wajib. Ada sebagian yang mengatakan bahwa walimah boleh-boleh saja dan seandainya tidakpun boleh. Artinya, jika dilaksanakan akan sangat baik dan jika tidak dilaksanakan, tidak dosa baginya. Ketentuan walimah itu wajib berdasarkan hadis Rasulullah saw. “Adakanlah walimahan walaupun hanya dengan seekor kambing” (HR. Al-Bukhari)

Menghadiri acara walimah jika diundang wajib berdasarkan ketentuan hadi Rasulullah saw. “barangsiapa yang diundang walimah, hendaklah ia datang.” (HR. Al-Bukhari). Adapun syarat wajib menghadiri walimah adalah sebagai berikut:

1.      Undangan harus bersifat umum bagi semua keluarga, tetangga, atau teman-teman satu pekerjaan, baik kaya maupun miskin. Jadi tidak khusus untuk satu kelompok, sementara kelompok lain tidak diundang, atau khusus bagi orang-orang kaya tanpa mengundang orang-orang miskin.

2.      Undangan disampaikan sendiri secaran lisan, tulisan, atau dapat mengutus orang lain.

3.      Dalam walimah, tidak ada yang merasa diremehkan. Semua harus ditempatkan dalam derajat yang sama. Tidak ada kaya dan miskin, pejabat atau bukan pejabat. Semua tamu undangan memiliki kehormatan.

4.      Dalam pesta walimah tidak diperkanankan ada perbuatan kemungkaran.

5.      Yang mengundang adalah orang Islam. Jika yang mengndang bukan orang Islam maka tidak wajib menghadirinya.

0 komentar:

Posting Komentar

Segala bentuk saran dan kritik yang membangun sangat dibutuhkan.