Menjaga Kelestarian Alam

QS. Al-A’raf/7:56-58

 

وَلَا تُفْسِدُوْا فِى الْاَرْضِ بَعْدَ اِصْلَاحِهَا وَادْعُوْهُ خَوْفًا وَّطَمَعًاۗ اِنَّ رَحْمَتَ اللّٰهِ قَرِيْبٌ مِّنَ الْمُحْسِنِيْنَ

 

وَهُوَ الَّذِيْ يُرْسِلُ الرِّيٰحَ بُشْرًاۢ بَيْنَ يَدَيْ رَحْمَتِهٖۗ حَتّٰٓى اِذَآ اَقَلَّتْ سَحَابًا ثِقَالًا سُقْنٰهُ لِبَلَدٍ مَّيِّتٍ فَاَنْزَلْنَا بِهِ الْمَاۤءَ فَاَخْرَجْنَا بِهٖ مِنْ كُلِّ الثَّمَرٰتِۗ كَذٰلِكَ نُخْرِجُ الْمَوْتٰى لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ

 

وَالْبَلَدُ الطَّيِّبُ يَخْرُجُ نَبَاتُهٗ بِاِذْنِ رَبِّهٖۚ وَالَّذِيْ خَبُثَ لَا يَخْرُجُ اِلَّا نَكِدًاۗ كَذٰلِكَ نُصَرِّفُ الْاٰيٰتِ لِقَوْمٍ يَّشْكُرُوْنَ ࣖ

56.  Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah (diciptakan) dengan baik. Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan penuh harap. Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat kepada orang yang berbuat kebaikan.

57.  Dialah yang meniupkan angin sebagai pembawa kabar gembira, mendahului kedatangan rahmat-Nya (hujan), sehingga apabila angin itu membawa awan mendung, Kami halau ke suatu daerah yang tandus, lalu Kami turunkan hujan di daerah itu. Kemudian Kami tumbuhkan dengan hujan itu berbagai macam buah-buahan. Seperti itulah Kami membangkitkan orang yang telah mati, mudah-mudahan kamu mengambil pelajaran.

58.  Dan tanah yang baik, tanaman-tanamannya tumbuh subur dengan izin Tuhan; dan tanah yang buruk, tanaman-tanamannya yang tumbuh merana. Demikianlah Kami menjelaskan berulang-ulang tanda-tanda (kebesaran Kami) bagi orang-orang yang bersyukur.

 

Kandungan Ayat:

Allah melarang hamba-Nya membuat sedikit pun kerusakan di muka bumi ini. Sebagian ulama tafsir menjelaskan bahwa al-fasad yang dimaksud dalam ayat ini mencakup semua jenis kerusakan baik yang bersifat maknawi maupun yang bersifat meteri, seperti merusak tuntunan agama dengan kesyirikan dan perbuatan bid’ah, pembunuhan, perampasan hak milik dengan pencurian atau korupsi, merusak akal dengan minuman beralkohol dan narkoba, merusak keturunan dengan zina, termasuk merusak sumber penghidupan (pertanian, perternakan, perkebunan), mengeksploitasi tambang dan sumber daya alam secara berlebihan, membuang sampah sembarangan dan mencemari lingkungan sekitar.

Al-ishlah (perbaikan) yang dimaksud dalam ayat ini juga mencakup pengertian maknawi dan materi. Seperti diutusnya para nabi dan rasul dan munculnya golongan orang-orang sholeh yang istiqomah dalam berdakwa merupakan salah satu cara Allah memperbaiki dunia dan tatanannya. Dan salah satu bentuk perbaikan secara materi yang dilakukan Allah adalah dengan menjadikan bumi yang gersang menjadi subur melalui jaringan sistem alam yang konstan; Allah memerintahkan angin menggiring awan untuk menyirami tanah-tanah yang dikehendakinya.

Pesan yang dapat dipetik dari ayat ini adalah bahwa tanah yang subur dijadikan Allah sebagai sumber penghidupan manusia yang menjadikan segala bentuk kebutuhan pokok, maka jangan merusak keharmonisan alam yang dapat merubah yang subur menjadi gersang yang tidak menumbuhkan tumbuhan apapun kecuali yang tidak bermanfaat. Perumapaan Al-Qur’an tentang kelestarian alam ini dapat pula diterapkan dalam ranah membentuk keluarga yang harmonis. Semangat yang dikandung perumpamaan tersebut dapat disimpulkan bahwa keluarga yang baik insyaallah akan menghasilkan keturunan yang baik, sementara keluarga dengan kondisi lingkugan tidak baik akan menciptakan generasi yang merana.

 

 

QS. Shad/38: 27:

 

وَمَا خَلَقْنَا السَّمَاۤءَ وَالْاَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا بَاطِلًا ۗذٰلِكَ ظَنُّ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا فَوَيْلٌ لِّلَّذِيْنَ كَفَرُوْا مِنَ النَّارِۗ

27.  Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dengan sia-sia. Itu anggapan orang-orang kafir, maka celakalah orang-orang yang kafir itu karena mereka akan masuk neraka.

 

Kandungan Ayat:

Tidak ada satu perbuatanpun yang diwajibkan Allah atas hamba-Nya yang tidak memiliki hikma dan tujuan. Sholat berfungsi mengendalikan diri untuk tidak berbuat keji dan mungkar (QS. Al-Ankabut/29: 45). Zakat, infaq dan shadaqah menjadi unsur penting di dalam pemerataan distribusi kekayaan (QS. Al-Hasyr/59: 7). Puasa menumbuhkan rasa mawas diri sehingga selalu berhati-hati dalam berbuat (QS. Al-Baqarah/2: 183). Termasuk dalam penciptaan manusia dan jin, tujuannya adalah agar manusia menjadikan semua pebuatannya bernilai ibadah (QS. Al-Dzariat/51: 56) sehingga tidak ada sedikitpun tindakan yang merusak dan merugikan orang lain.

Dalam ayat ini Allah memberitahukan kesempurnaan-Nya dalam menciptakan langit dan bumi berserta isinya. Semua diciptakan dengan tujuan dan hikma, Allah menciptakan segala sesuatu dengan teliti dan seksama (QS. An-Naml/27: 88), tidak bermain-main (QS. Al-Anbiya’/21: 16 & QS. Ad-Dhkhan/44: 38), tidak ada yang sia-sia tanpa tujuan (QS. Ali-Imran/3: 191 & QS. Al-Mu’minun/23:115).

Sebenarnya ayat-ayat semacam ini mengandung pesan bagi manusia untuk selalu berhati-hati di dalam menentukan kebijakan dan melakukan tindakan, setiap kebijakan dan tindakannya harus menimbulkan pengaruh positif, tidak menimbulkan kerusakan yang mengancam keharmonisan kehidupan dan kelesatrian alam.

QS. AL-HUJURAT/49: 10-12

 اِنَّمَا الْمُؤْمِنُوْنَ اِخْوَةٌ فَاَصْلِحُوْا بَيْنَ اَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللّٰهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَࣖ

 

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِّنْ قَوْمٍ عَسٰٓى اَنْ يَّكُوْنُوْا خَيْرًا مِّنْهُمْ وَلَا نِسَاۤءٌ مِّنْ نِّسَاۤءٍ عَسٰٓى اَنْ يَّكُنَّ خَيْرًا مِّنْهُنَّۚ وَلَا تَلْمِزُوْٓا اَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوْا بِالْاَلْقَابِۗ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوْقُ بَعْدَ الْاِيْمَانِۚ وَمَنْ لَّمْ يَتُبْ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الظّٰلِمُوْنَ

 

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اجْتَنِبُوْا كَثِيْرًا مِّنَ الظَّنِّۖ اِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ اِثْمٌ وَّلَا تَجَسَّسُوْا وَلَا يَغْتَبْ بَّعْضُكُمْ بَعْضًاۗ اَيُحِبُّ اَحَدُكُمْ اَنْ يَّأْكُلَ لَحْمَ اَخِيْهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوْهُۗ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ تَوَّابٌ رَّحِيْمٌ

10.  Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu (yang berselisih) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat.

11.  Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olokkan) perempuan lain (karena) boleh jadi perempuan (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari perempuan (yang mengolok-olok). Janganlah kamu saling mencela satu sama lain dan janganlah saling memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk (fasik) setelah beriman. Dan barangsiapa tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.

12.  Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat, Maha Penyayang.

 

Kandungan Ayat

1.      Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, sebagaimana sabda Rasulullah saw.

عَنْ أبْنِ عُمَرَ رَضِى الله عَنْه قَالَ: قَالَ رَسُوْلَ اللهِ صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّمَ: الْمُسْلِمُ أَخُوْ الْمُسْلِمِ لا يَضْلِمُهُ ولايخذله وَلا يُسْلِمُهُ

“Diriwayatkan dari Ibnu Umar, beliau berkata: “Rasulullah saw bersabda: Seorang muslim itu adalah saudara muslim yang lain. Oleh sebab itu, jangan menzdalimi dan meremehkannya dan jangan pula menykitinya.” (HR. Ahmad, Bukhari dan Muslim)

2.      Seorang saudara haruslah saling mencintai, merangkul satu dan saling tolong menolong. Sebagaiamna sabda Rasulullah saw.

عَنْ أَبِي حَمْزَةَ أَنَسٍ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ – خَادِمِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: ” لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيْهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ

Dari Abu Hamzah Anas bin Malik r.apembantu Rasulullah saw, dari Nabi saw. bersabda, “Salah seorang di antara kalian tidaklah beriman (dengan iman sempurna) sampai ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.” (HR. Bukhari dan Muslim)

3.      Persaudaran yang didasari oleh nilai-nilai Islam dikenal dengan istilah ukhuwah islamiyah. Ukhuwah islamiyah mencakup:

a.       Ukhuwah diniyyah, yaitu persaudaraan yang didasari  oleh persamaan agama.

b.      Ukhuwah waniyyah wa an-nasab, yaitu persaudaran karena satu bangsa dan keterikatan keturunan.

c.       Ukhuwah insaniyyah, yaitu persaudaran karena sama-sama manusia.


4.      Sesungguhnya Allah menciptakan manusai dengan sempurna, disetiap kekurangan yang terjadi dalam kehidupan pastilah ada hikmah/pelajaran yang terkandung didalamya. Oleh sebab itu tidaklah diperkenankan seseorang untuk saling menghina, memanggil dengan panggilan buruk dan merendahkan. Apatalagi kemulian seseorang tidak dinilai dari bentuk fisik, kekayaan, dan jabatan, tetapi kemulian seseorang dinilai dari ketaqwaanya, semakin tinggi ketaqwaan seseorang semakin mulialah ia di sisi Allah. Karena sesungguhnya sebaik-baik manusia adalah mereka yang beriman dan bertaqwa kepada Allah swt.

5.      Sebagai muslim yang beriman larangan keras bagi kita untuk su’uzzan (berprasangka buruk) kepada seseorang, berprasangka buruk merupakan perilaku tercela yang harus dihindari. Sebaliknya muslim yang beriman diperintahkan untuk husnuzan (berprasangka baik), baik itu kepada Allah, sesama manusia, maupun diri sendiri.

6.      Husnuzan kepada Allah, maksudnya adalah menyakini bahwa Allah betul-betul cinta kepada hambanya. Allah tidak membebani seseorang diluar batas kemampuannya, setiap musibah yang menimpa diri kita pastilah ada hikma dibaliknya.

7.      Husnuzan kepada orang lain, artinya kita tidak diperkenankan untuk mencari-cari kesalahan orang lain dan dilarang menggungjing orang lain, sungguh perbuatan tersebut adalah perbuatan dosa. Bahkan Allah mengibaratkan orang yang menggunjing itu seperti memakan daging saudaranya sendiri yang sudah mati.

8.      Husnuzan kepada diri sendiri, maksudnya adalah kita harus memilik sikap percaya diri,  optimis, pekerja keras, pantang menyerah, dan tidak pernah berputus asa dari Rahmat Allah swt. sebagaimana Allah berfirman dalam QS. Yusuf/12: 87:

 .....وَلَا تَا۟يْـَٔسُوْا مِنْ رَّوْحِ اللّٰهِ ۗاِنَّهٗ لَا يَا۟يْـَٔسُ مِنْ رَّوْحِ اللّٰهِ اِلَّا الْقَوْمُ الْكٰفِرُوْنَ

87.  ..... jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya yang berputus asa dari rahmat Allah, hanyalah orang-orang yang kafir.”

 

Hakim dan Saksi dalam Peradilan Islam

 A.    Hakim

Hakim adalah orang yang diangkat oleh penguasa untuk mengadili perkara di antara manusia menurut ketentuan undang-undang yang berlaku, yang bersumber dari hukum Islam. Pengangkatan hakim oleh penguasa karena penguasa tidak mampu melaksanakan lembaga peradilan sendiri. Adapun untuk menjadi hakim di Indonesia, seseorang harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

1.      Harus warga negara Indonesia;

2.      Beragama Islam;

3.      Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;

4.      Setia pada pancasila dan UUD 1945;

5.      Bukan bekas anggota organisasi terlarang;

6.      Pegawai negeri sipil (PNS);

7.      Sarjanah hukum Islam (Syariah);

8.      Berumur serendah-rendahnya 25 tahun;

9.      Berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela.


Sedangkan jika dipandang dari sudut pandang agama maka syarat seorang menjadi hakim adalah sebagai berikut:

1.      Laki-laki yang merdeka;

2.      Berakal;

3.      Beragama Islam;

4.      Adil;

5.      Menguasai segala pokok-pokok hukum yang terdapat dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah dan cabangnya;

6.      Sehat jasmani dan rohani

 

B.     Saksi

Kesaksian (syahdah) diambil dari kata musyahadah, berarti melihat dengan mata kepala. Syahid (orang yang menyaksikan) itu memberitahukan tentang apa yang disaksikan dan dilihatnya. Makanya, pemberitahuan seseorang tentang apa yang diketahui dengan lafal, “Aku menyaksikan atau aku telah menyaksikan.” Allah swt berfirman QS. al-Baqarah/2: 283:

 .....وَلَا تَكْتُمُوا الشَّهَادَةَۗ وَمَنْ يَّكْتُمْهَا فَاِنَّهٗٓ اٰثِمٌ قَلْبُهٗ ۗ وَاللّٰهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ عَلِيْمٌ ࣖ

283. ......Dan janganlah kamu menyembunyikan kesaksian, karena barangsiapa menyembunyikannya, sungguh, hatinya kotor (berdosa). Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.

 

Adapun syarat-syarat menjadi seorang saksi adalah sebagai berikut

1.      Islam. Orang non muslim tidak diterima menjadi saksi bagi orang Islam;

2.      Balig (minimal berumur 15 tahun);

3.      Berakal;

4.      Merdeka;

5.      Adil. Sifat adil tersebut adalah:

a.       Menjahui segala dosa besar dan tidak terus menerus atau dengan sengaja mengerjakan dosa kecil;

b.      Baik hati;

c.       Dapat dipercaya sewaktu marah, tidak akan melanggar kesopanan;

d.      Bukan musuh terdakwa dan buka anak atau bapaknya.


Adapun untuk kesaksian orang buta menurut Imam Malik dan Ahmad, kesaksian orang buta diperbolehkan dalam hal cara kesaksiannya adalah pendengaran apabila dia mengenal suara. Oleh sebab itu, kesaksian ora buta diterima dalam hal nikah, jual beli, pimjam meminjam, nasab, wakaf milik mutlak, ikrar, dan yang serupa dengan itu, baik dia buta di kala menyampaikan kesaksian maupun melihat kemudian menjadi buta.

Menurut Imam Syafi’i, tidak diterima kesaksian orang buta, kecuali dalam lima tempat yaitu nasab, kematian, milik mutlak, riwayat hidup, dan tepatnya mengenai apa yang disaksikannya sebelum dia buata. Sedangkan menurut Imam Abu Hanifah, tidak diterima kesaksian orang buta sama sekali.

Proses Peradilan

Di indonesia, peradilan agama merupakan salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam mengenai perkara perdata tertentu yang diatur dalam undang-undang. Proses peradilan untuk menyelesaikan (memeriksa) suatu perkara di lingkungan peradilan agama dimulai dari diajukannya suatu permohonan (gugatan); pemeriksaan dalam sidang; pembuktian; musyawarah dan keputusan hakim; banding dan kasasi.

A.    Permohonan (Gugatan)

Pihak yang mengajukan permohonan disebut pemohon, sedangkan pihak yang dikenakan permohonan disebut termohon. Dalam perkara talak, ada pihak pemohon dan termohon ikrar talak. Kedua belah pihak dalam perkara disebut partijen. Ada lima cara dalam mengajukan permohonan perkara, yaitu:

1.      Cara Dagvaarding, adalah pengajuan permohonan melalui perantara advokat (pengacara). Permohonan dilakukan secara tertulis dengan ketentuan mengikat.  Pemohon (penggugat) yang diwakili oleh pengacara memasukkan permohonannya ke dalam daftar perkara yang disebut rol.

2.      Cara Biasa, pemohon sendiri secara langsung atau melalui kuasanya memasukkan permohonannya ke dalam daftar perkara.

3.      Cara Langsung dan Perwakilan, cara lansung pemohon langsung sendiri mengajukan gugatan di muka pengadilan agama. Cara perwakilan adalah pemohon tidak memohon sendiri melainkan melalui wakilnya/kuasanya.

4.      Cara Tertulis dan Lisan, cara tertulis pemohon mengajukan surat permohonan secara tertulis dengan surat permohonan. Secara lisan, pemohon mengajukan permohonan secara lisan dan panitera merumuskan surat permohonan yang ditanda tangani oleh pemohon panitera.

5.      Cara Surat Kuasa, pemohon mengajukan surat permohonan dengan menguasakan perkaranya kepada seorang dengan surat kuasa. Dalam surat kuasa disebutkan secara khusus mengenai siapa yang tergugat, di pengadilan mana gugatan itu diajukan, dan dalam kasus apa tergugat digugat.

 

B.     Pmeriksaan dalam Sidang Pengadilan

1.      Biaya perkara; biaya perkara dibebankan kepada pemohon. Apabila pemohon tidak hadir pada waktu yang telah ditentukan dan telah tiga dipanggil maka perkaranya dianggap gugur. Pemohon tetap membayar biaya perkara

2.      Pemanggilan pihak-pihak; pemohon harus dipanggil ke pengadilan untuk mengikuti persidangan. Pemanggilan para pihak disampaikan secara langsung kepada yang bersangkutan. Jika yang bersangkutan tidak ada/ tidak dapat dijumpai, panggilan dapat disampaikan melalui Kepada Desa setempat. Jika pemohon tidak diketahui tempat tinggalnya, pemanggilan dilakukan dengan cara menempelkan di papan pengumuman atau melalui media massa.

3.      Exeptie (tangkisan); termohon dapat mengajuka tangkisan terhadap permohonan terrmohon, baik didasarkan pada absolute competentie (materi hukum) maupun relative competentie (wilayah/daerah). Tangkisan yang didasarkan pada materi hukum dapat diajukan baik pada sidang pertama maupun sidang-sidang berikutnya. Sedangkan tangkisan yang didasarkan pada wilayah/daerah hanya dapat diajukan pada sidang pertama bersama-sama jawaban.

4.      Sidang terbuka dan tertutup; sidang terbuka untuk umum kecuali dalam hal perceraian. Sidang perceraian dan hal-hal tertentu dilakukan secara tertutup. Namu, dalam sidang terakhir untuk menjatuhkan putusan harus dilakukan secara terbuka untuk umum.

5.      Perdamaian; pada hari sidang yang telah ditentukan, kedua pihak (pemohon dan termohon) datang, hakim harus berusaha mendamaikan kedua bela pihak. Usaha hakim mendamaikan kedua bela pihak tidak hanya terbatas pada sidang pertama saja, melainkan pada setiap saa persidangan sepanjang perkara itu belum diputus oleh hakim. Jika tercapai perdamaian, tidak dapat di ajukan gugatan baru yang berdasarkan alasan yang sama. Selanjutnya, dibuat suatu akte perdamaian. Akte ini mempunyai kekuatan seperti keputusan hakim. Dengan berjalannya waktu, salah satu pihak tidak menataatinya maka dapat dijalankan secara paksa keputusan hakim.

6.      Pemeriksaan; pemeriksaan dalam persidangan melalui beberapa tahap, yaitu pembacaan surat gugatan, jawaban tergugat, replik penggugat, duplik penggugat, pemeriksaan alat-alat bukti, kesimpulan dan keputusan hakim.

7.      Hak ingkar; adalah hak seseorang yang diadili untuk mengajukan keberatan-keberatan yang disertai dengan alasan-alasan terhadap seseorang hakim yang mengadili perkaranya.

8.      Penundaan sidang; sidang dapat ditunda atas permintaan pihak-pihak (salah satunya) yang berperkara atau ketidakhadiran saksi-saksi. Penundaan sidang tidak boleh berlarut-larut sampai merugikan pihak atau salah satunya.

9.      Campur tangan pihak ketiga; pihak ketiga (orang yang tidak digugat atau dimohon) dalam suatu perkara yang sedang berjalan dapat mencampurinya dengan jalan voeging, tussencomst, atau vrijwaring. Voeging adalah orang pihak ketiga yang turut mencampuri suatu perkara yang sedang berjalan dengan menempatkan diri di samping salah satuh pihak lain untuk menghadapi pihak lainnya. Tussencomst adalah orang pihak ketiga yang turut mencampuri atau menempatkan diri dalam suatu perkara yang sedang berjalan dengan menempatkan diri di tengah-tangah tidak memihak kepada pihak kesatu atau kedua. Vrijawaring adalah orang pihak ketiga yang ditarik masuk dalam perkara. Hal ini terjadi jikalau di dalam suatu perkara di luar kedua belah pihak yang ditarik masuk perkara tersebut sebagai pihak ketiga.

 

C.    Musyawarah dan Keputsan Hakim

Susunan majelis hakim sidang pengadilan baru sah apabila dihadiri oleh tiga orang hakim, di antaranya seorang Ketua Sidang/Majelis disertai dengan Panitera. Apabila sidang diadakan secara terbuka, musyawarah para hakim harus rahasia. Saat hakim bermusyawarah, pihak-pihak saksi, wartawan, pembela, dan hadirin harus keluar ruangan apabila dalam musyawarah terdapat kata sumbang. Dala hal tersebut, hakim ketua yang menentukan.

Keputusan hakim baru sah diputus dalam sidang terbuka untuk umum dan disidangkan oleh tiga orang hakim serta sala seorangnya menjadi ketua sidang. Keputusan hakim ada beberapa macam, yaitu:

1.      Beshikking adalah produk pengadilan berupa penetapan akibat adanya permohonan/gugatan. Contohnya adalah permohonan ikrat talak dan permohonan pencegahan perkawinan.

2.      Vonis adalah produk pengadilan yang berupa putusan akibat adanya gugatan/permohonan. Contohnya adalah putusan waris dan putusan nafkah.

3.      Tussen Vonnis adalah keputusan yang mendahului keputusan akhir (keputusan sela).

4.      Eind Vonnis adalah keputusan mengakhiri perkara sebagai penyelesaian. Eind Vonnis (keputusan akhir) inilah yang disebut produk pengadilan yang sesungguhnya.

5.      Prepatoir adalah keputusan hakim dalam majelis untuk mempersiapkan jalanya sidang.

6.      Interlecotoir adalah keputusan yang bukan keputusan akhir tetapi berpengaruh dengan keputusan akhir.

7.      Provisional adalah keputusan yang bukan keputusan akhir tetapi merupakan bagian dari keputusan akhir.

 

D.    Banding dan Kasasi

Para pihak yang merasa tidak puas terhadap penetapan/putusan pengadilan agama dapat meminta keputusan lebih tinggi kepada pengadilan tinggi agama. Banding adalah pertimbangan pemeriksaan ulang terhadap putusan pengadilan oleh pengadilan yang lebih tinggi atas permintaan tergugat.

Para pihak yang merasa keberatan terhadap keputusan akhir pengadilan tinggi agama dapat mengajukan kasasi ke mahkamah agung dengan membayar biaya perkara kasasi. Kasasi adalah pembatalan atau pernyataan tidak sah oleh mahkamah agung terhadap putusan hakim karena putusan itu menyalahi atau tidak sesuai undang-undang.