Pernikahan dini adalah pernikahan yang dilakukan oleh sepasang muda mudi yang belum baligh, yang belum siap dan matang melaksanakan pernikahan dan menjalani hidup berumah tangga. Adapun secara umum, usia matang untuk memasuki dunia pernikahan itu adalah kematangan biologis, psikologis, dan ekonomis. Ketika ketiga hal ini atau salah satunya belum siap dan matang tentu akan berdampak buruk.
Dampak biologis/kesehatan,
menurut pandangan medis bahwa “Kehamilan di usia dini bukanlah hal yang mudah
dan cenderung lebih berisiko. Deretan risiko yang mungkin terjadi pun tidak
main-main dan bisa membahayakan bagi ibu maupun janin. Pada janin, risiko yang
mungkin terjadi adalah berat badan rendah saat lahir dan anak terlahir
prematur. Sedangkan bagi ibu akan berisiko mengalami anemia, kondisi di mana
ibu akan merasa mudah lelah dan lemah. Hal inilah yang akan memengaruhi kondisi
perkembangan janin. Risiko lainnya yang tidak kalah membahayakan adalah
munculnya masalah preeklamsia. Kondisi di mana ibu mengalami peningkatan
protein dalam urine dan mengalami tekanan darah tinggi. Perempuan yang
menderita preeklamsia akan mengalami kaki atau tangan membengkak. Dan jika
sudah terkena preeklamsia, maka akan membahayakan janin dan dapat mengakibatkan
kematian.”
Dampak psikologis, dapat menyebabkan anak mengalami neoritis depresi
atau depresi berat, hal itu dikarenakan mental dan emosi remaja belum stabil.
Adapun Kestabilan emosi umumnya terjadi pada
usia 24 tahun, karena pada saat itulah orang mulai memasuki usia dewasa. Masa
remaja, boleh di bilang baru berhenti pada usia 19 tahun. Dan pada usia 20 – 24
tahun dalam psikologi, dikatakan sebagai usia dewasa muda atau lead edolesen.
Pada masa ini, biasanya mulai timbul transisi dari gejolak remaja ke masa
dewasa yang lebih stabil. Maka, kalau pernikahan dilakukan di bawah 20 tahun
secara emosi si remaja masih ingin bertualang menemukan jati dirinya. Adapun depresi
akibat pernikahan dini ini, bisa terjadi pada kondisi kepribadian yang berbeda.
Pada pribadi introvert (tertutup) akan membuat si remaja menarik diri dari
pergaulan. Dia menjadi pendiam, tidak mau bergaul, bahkan menjadi seorang yang
schizoprenia atau dalam bahasa awam yang dikenal orang adalah gila. Sedang
depresi berat pada pribadi ekstrovert (terbuka) sejak kecil, si remaja
terdorong melakukan hal-hal aneh untuk melampiaskan amarahnya. Seperti, perang
piring, anak dicekik dan sebagainya. Dengan kata lain, secara psikologis kedua
bentuk depresi sama-sama berbahaya.
Dampak
ekonomi, pernikahan dini seringkali menyebabkan kesulitan ekonomi yang
dikarenakan pasangan terlalu muda, belum mapan dalam memenuhi kebutuhan
sendiri, dan belum cakap dalam mengatur masalah keuangan. Sementara itu,
dari sisi sosial, perkawinan pada usia anak akan menghilangkan masa-masa anak
untuk mengembangkan kehidupan sosialnya, kehilangan waktu bermain, dan
kehilangan momentum untuk menikmati masa kanak-kanaknya, dan tentu juga akan
mengorbankan pendidikanya sehingga merusak masa depannya.
Adapun menurut pandangan islam
tentang pernikahan dini itu diperbolehkan, Pendapat yang
terdapat dalam Fathul Bari’ ini menyebutkan kebolehan nikah dini merujuk
pada pernikahan Rasulullah Saw. dan Aisya r.a yang pada saat itu Aisya
masih berumur 6 tahun. Kebolehan ini pula di ungkapan oleh MUI yang mengatakan pernikahan dini pada dasarnya sah sepanjang telah terpenuhinya syarat
dan rukun nikah. Namun hukumnya akan menjadi haram jika pernikahan tersebut
justru menimbulkan madharat. Jadi kalau kita melihat berberapa dampak
pernikahan dini seperti yang telah dijelaskan di atas maka pernikahan dini
tentu lebih banyak mendatangkan mudharat, maka alangkah baiknya kita
melansungkan pernikahan ketika telah ada kesiapan dan kematangan. Karena
Pernikahan bukanlah semata untuk memenuhi kebutuhan biologis, akan tetapi ia
merupakan suatu bentuk peribadatan mulia yang diridhai oleh Allah dan
Rasul-Nya. Tujuan pernikahan akan terwujud jika di antara kedua belah pihak
sudah memiliki kesiapan biologis, psikologis dan ekonomi. Dengan kemampuan
tersebut maka akan membantu terciptanya hubungan yang harmonis, saling menolong
dalam memenuhi hak dan kewajiban, saling menasehati, saling melengkapi, dan
saling menjaga antara satu dengan yang lain.
0 komentar:
Posting Komentar
Segala bentuk saran dan kritik yang membangun sangat dibutuhkan.