A. Pengertian Ilmu Hadis
Ulumul Hadis adalah istilah ilmu hadis di
dalam tradisi ulama hadits. (Arabnya: ‘ulumul
al-hadist). ‘Ulum Al Hadist
terdiri dari atas 2 kata, yaitu ‘Ulum dan
Al Hadist. Kata ‘ulum dalam bahasa arab adalah bentuk jamak dari ‘ilm, jadi berarti ilmu-ilmu, sedangkan Al
Hadist berarti segala sesuatu yang
disandarkan kepada nabi SAW dari perbuatan, perkataan, taqir, atau sifat.”
Dengan demikian, ‘Ulum Al Hadist
adalah ilmu-ilmu yang membahas atau
berkaitan Hadis nabi SAW.
Dalam pengertian istilah para ulama ahli
Hadis memberikan pengertian ‘Ulum Al
Hadist, diantaranya :
1. Menurut Ustadz Syamsuddin At Tabrizy dalam kitab Syarhu
Ad Dibaji Al Mudzahhab
هُوَ اْلعِلْمُ بِأَقْوَالِ رَسُوْلِ اللهِ صَلْعَمْ
وَأَفْعَاِلهِ وَتَقْرِيْرَاتِهِ وَهَيْئَتِهِ وَشَكْلِهِ مَعَ أَسَاِنيْدِهَا.
وَتَمْيِيْزِ صِحَاحِهَا وَحِسَانِهَا وَضِعَافِهَا عَنْ خِلاَفِهَا مَتْنًا
وَاِسْنَاداً.
“Ilmu
pengetahuan tentang sabda, perbuatan, pengakuan, gerak-gerik dan bentuk
jasmaniah Rasulullah SAW beserta sanad-sanad (dasar penyandarannya) dan ilmu
pengetahuan untuk membedakan keshahihannya, kehasanannya dan kedhaifannya
daripada lainnya, baik matan maupun sanadnya”.
2. Menurut ulama mutaqaddimin
عِلْمٌ يُبْحَثُ عَنْ كَيْفِيَةِ اِتْصَال
اْلاَحاَدِيْثِ بِالرَّسُوْلِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ حَيْثُ
مَعْرِفَةُ اَحْوَالِ رُوَّا تِهَا ضَبْطًا وَعَدَا لَة وَمِنْ حَيْثُ كَيْفِيَةِ
السَّنَدِ اِتْصَالاً وَانْقِطَاعًا.
“Ilmu pengetahuan yang membicarakan tentang cara-cara
persambungan hadis sampai kepada Rasulullah SAW. Dari segi hal ihwal para
perawinya, kedhabitan, keadilan dan dari bersambung tidaknya sanad dan
sebagainya”.
B. Macam-macam Ilmu Hadis
1.
Ilmu Hadis Riwayah
a.
Pengertian
عِلْمٌ يُعْرَفُ بِهِ نَقْلُ مَا أُضِيْفَ لِلنَّبِىِّ صَلْعَمْ قَوْلاً
أَوْفِعْلاً أَوْتَقْرِيْرًا أَوْغَيْرَ ذٰلِكَ وَضَبْطُهَا وَتَحْرِيْرُهَا.
“Suatu
ilmu pengetahuan untuk mengetahui cara-cara penukilan, pemeliharaan dan
pendewanan apa-apa yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW., baik berupa
perkataan, perbuatan, ikrar maupun lain sebagainya”.
عِلْمٌ يُشْتَمِلُ عَلَى مَا
اُضِيْفُ إِلَى النَّبِىِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَوْلاً اَوْفِعْلاً
اَوْ تَقْرِيْراً اَوْصِفَةً
“Ilmu yang
mencakup pembahasan tentang segala sesuatu yang dinukilkan/diriwayatkan dari
Nabi SAW, baik mengenai perkataan, perbuatan, ketetapan, maupun sifat-sifat
beliau”.
Menurut
Ibn Al Akfani, sebagaimana yang dikutip oleh Al-Suyuthi, bahwa yang dimaksud
Ilmu Hadis Riwayah adalah: Ilmu Hadis
yang khusus berhubungan dengan riwayah adalah ilmu yang meliputi pemindahan
(periwayatan) perkataan Nabi saw dan perbuatannya, serta periwayatannya,
pencatatannya, dan penguraian lafaz-lafaznya.
Menurut
Muhammad ‘Ajjaj Al Khathib adalah: ilmu
yang membahas tentang pemindahan (periwayatan) segala sesuatu yang disandarkan
kepada Nabi saw, berupa perkataan, perbuatan, taqrir (ketetapan atau
pengakuan), sifat jasmaniah, atau tingkah laku (akhlak) dengan cara yang teliti
atau terperinci.
Menurut
Zhafar Ahmad ibn Lathif Al ‘Utsmani Al Tahanawi di dalam Qawa’id fi ‘ulum al Hadist, adalah Ilmu hadis yang khusus dengan riwayah adalah ilmu yang dapat diketahui
dengan perkataan, perbuatan dan keadaan Rasulullah saw serta periwayatan,
pencatatan, dan penguraian lafaz-lafaznya.
Jadi, Ilmu
Hadis Riwayah adalah suatu ilmu
pengetahuan untuk mengetahui cara-cara penukilan pemeliharaan dan pendewanan
apa-apa yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW baik berupa perkataan,
perbuatan, iqrar (ketetapan) maupun yang lainnya.
Ilmu
Hadis Riwayah ini sudah ada semenjak Nabi SAW masih hidup, yaitu bersamaan
dengan dimulainya periwayatan dengan hadis itu sendiri. Para Sahabat Nabi saw
menaruh perhatian yang tinggi terhadap Hadis Nabi saw. Mereka berusaha untuk
memperoleh Hadis-Hadis Nabi SAW dengan cara mendatangi Majelis Rasul SAW serta
mendengar dan menyimak pesan atau nasihat yang disampaikan beliau. Sedemikian
besar perhatian mereka, sehingga kadang-kadang mereka berjanji satu sama
lainnya untuk bergantian menghadiri majelis Nabi SAW. Tersebut, manakala di
antara mereka ada yang sedang berhalangan. Hal tersebut seperti yang dilakukan
Umar r.a., yang menceritakan, “Aku
beserta tetanggaku dari kaum Ansar, yaitu Bani Umayyah ibn Zaid, secara
bergantian menghadiri majelis Rasul SAW. Apabila giliranku yang hadir, maka aku
akan menceritakan kepadanya apa yang aku dapatkan dari Rasul SAW pada hari itu;
dan sebaliknya, apabila giliran dia yang hadir, maka dia pun akan melakukan hal
yang sama.”
Demikianlah
periwayatan dan pemeliharaan Hadis Nabi saw berlangsung hingga usaha
penghimpunan Hadis secara resmi dilakukan pada masa pemerintahan Khalifah ‘Umar
ibn ‘Abdul ‘Aziz (99 H/717 M - 124 H/ 742 M).
b.
Obyek pembahasan ilmu hadis riwayah
1)
Perilaku dan sifat-sifat Nabi SAW sebagai utusan Allah SWT.
2)
Cara periwayatan Hadis, baik dari segi cara penerimaan
dan demikian juga dari cara penyampaiannya dari seorang perawi ke perawi lain;
3)
Cara pemeliharaan Hadis, yaitu dalam bentuk penghafalan,
penulisan, dan pembukuannya.
c.
Tujuan mempelajarai ilmu hadis riwayah adalah untuk menghindari
kesalahan segala yang diriwayatkan/dinukilkan dari Nabi SAW.
d.
Penyusun ilmu hadis riwayah adalah Muhammad bin Shihab Az Zuhry (W. 124
H).
2.
Ilmu Hadis Dirayah/ Ilmu Mustholah Hadis
a.
Pengertian
اَلْقَانُوْنُ يُدْرَى بِهِ أَحْوَالُ السَّنَدِ وَالْمَتْنِ
وَكَيْفِيَّةُ التَّحَمُّلِ وَاْلأَدَاءِ وَصِفَةُ الرِّجَالِ وَغَيْرَذٰلِكَ.
“Undang-undang (kaidah-kaidah) untuk mengetahui hal ihwal sanad,
matan, cara-cara menerima dan menyampaikan al-Hadis, sifat-sifat rawi dan lain
sebagainya”.
عِلْمُ يُعْرَفُ بِهِ أَحْوَالُ
السَّنَدِ وَالْمَتْنِ وَكَيْفِيَّةُ التَّحَمُّلِ وَاْلأَدَاءِ وَصِفاتِ
الرِّجَالِ.
“Ilmu untuk
mengetahui keadaan sanad dan matan, cara menerima dan meriwayatkan hadis serta
sifat-sifat para perawi hadis”.
Menurut
Ibn Akfani berpendapat, ilmu hadits dirayah adalah ilmu yang dapat mengetahui hakikat riwayah, syarat-syarat, macam-macam
dan hukum-hukumnya, ilmu yang dapat mengetahui keadaan para rawi, syarat-syarat
rawi dan yang diriwayahkannya serta semua yang berkaitan dengan periwayahannya.
Menurut Muhammad ‘Ajjaj Al Khathib, Ilmu
Hadis Dirayah adalah kumpulan
kaidah-kaidah dan masalah-masalah untuk mengetahui keadaan rawi dan marawi dari
segi diterima atau ditolaknya.
Jadi,
Ilmu Hadis Dirayah adalah pengetahuan
tentang rawi dan yang diriwayahkan atau sanad dan matannya baik juga berkaitan
dengan pengetahuan tentang syarat-syarat periwayahan, macam-macamnya atau
hukum-hukumnya. Ilmu ini disebut juga Ilmu Musthalah
Hadis.
Uraian dan elaborasi dari definisi di atas
dijekaskan oleh Imam Al Suyuthi, sebagai beikut:
1)
Hakekat Riwayat
Hakikat riwayat, adalah kegiatan sunah
(Hadis) dan penyandaran kepada orang yang meriwayatkannya dengan kalimat
tahdits, yaitu perkataan seorang perawi “haddatsana
fulan”, (telah menceritakan kepada kami si Fulan), atau Ikhbar, seperti perkataannya “akhbarana fulan”.
2)
Syarat Riwayat
Syarat-syarat riwayat, yaitu penerimaan para
perawi terhadap apa yang diriwayatkannya dengan menggunakan cara-cara tertentu
dalam penerimaan riwayat (cara-cara tahammul
al Hadits), seperti sama’ (perawi
mendengarkan langsung bacaan Hadis dari seorang guru), qira’ah (murid membacakan catatan Hadis dari gurunya di hadapan
guru tersebut), ijazah (memberi izin
kepada seseorang untuk meriwayatkan suatu Hadis dari seorang ulama tanpa
dibacakan sebelumnya), kepada seorang untuk diriwayatkan), kitabah (menuliskan Hadis untuk seseorang), munawalah, (menyerahkan suatu hadis yang tertulis kepada seseorang
untuk diriwayatkan), kitabah, (menuliskan hadis untuk seseorang), i’lam (memberitahu seseorang bahwa
Hadis-Hadis tertentu adalah koleksinya), washiyyat
(mewasiatkan kepada seseorang koleksi hadis yang dikoleksinya), dan wajadah
(mendapatkan koleksi tertentu tentang Hadis dari seorang guru).
3)
Mutthasil
Muttashil, yaitu periwayatan yang bersambung
mulai dari perawi pertama sampai perawi terakhir, atau munqathi’, yaitu periwayatan yang terputus, baik di awal, di
tengah, ataupun di akhir, dan lainnya.
4)
Hukum Riwayat
Hukum riwayat, adalah Al Qabul, yaitu diterimanya suatu riwayat karena telah memenuhi
persyaratan tertentu, dan Al Radd,
yaitu ditolak, karena adanya persyaratan tertentu yang tidak terpenuhi.
5)
Keadaan Periwayat Hadis
Al
Rawi atau perawi, adalah orang yang meriwatkan
atau menyampaikan Hadis dari satu orang kepada yang lainnya; Al Marwi adalah segala sesuatu yang
diriwayatkan, yaitu segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi saw atau kepada
yang lainnya, seperti sahabat atau yang lainnya Tabi’in, keadaan perawi dari segi diterima atau ditolaknya adalah,
mengetahui keadaan para perawi dari segi jarh
dan ta’dil ketika tahammul dan adda’ Al Hadist, dan
segala sesuatu yang berhubungan dengannya dalam kaitannya dengan periwayatan
Hadis, keadaan marwi adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan ittishal Al Sanad (persambungan sanad) atau
terputusnya, adanya ‘illat atau
tidak, yang menentukan diterima atau ditolaknya suatu Hadis.
Keadaan para perawi, maksudnya adalah,
keadaan mereka dari segi keadilan mereka (Al
’Adalah) dan ketidakadilan mereka (Al
Jarh). Syarat-syarat mereka, yaitu syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh
seorang perawi ketika mereka menerima riwayat (syarat-syarat pada tahammul) dan syarat ketika menyampaikan
riwayat (syarat pada Al Adda’).
6)
Jenis Riwayat
Jenis yang diriwayatkan (Ashnaf Al Marwiyyat), adalah penulisan Hadis di dalam kitab Al Musnad, Al Mu’jam, atau Al Ajza’ dan lainnya dari jenis-jenis
kitab yang menghimpun Hadis Nabi saw.
b.
Obyek pembahasan ilmu hadis dirayah adalah penelitian terhadap segala
yang berhubungan dengan sanad, matan dan rawi.
Pembahasan tentang sanad meliputi:
1)
Segi persambungan sanad
Segi persambungan sanad (ittishal al sanad), yaitu bahwa suatu rangkaian sanad Hadis
haruslah bersambung mulai dari Sahabat sampai pada Periwayat terakhir yang
menuliskan atau membukukan Hadis tersebut; oleh karenanya, tidak dibenarkan
suatu rangkaian sanad tersebut yang terputus, tersembunyi, tidak diketahui
identitasnya atau tersamar.
2)
Segi kepercayaan sanad
Segi kepercayaan sanad (tsiqat al sanad), yatu setiap perawi yang terdapat di dalam sanad
suatu Hadis harus memiliki sifat adil dan dhabith (kuat dan cermat hafalan atau
dokumentasi Hadisnya ).
3)
Segi keselamatan dan kejanggalan (syadz);
4)
Keselamatan dan cacat (‘illat);
5)
Tinggi dan rendahnya martabat suatu sanad.
Sedangkan pembahasan mengenai matan adalah
meliputi segi ke-shahih-an atau ke dhaifan-nya. Hal tersebut dapat dilihat
dari kesejalananya dengan makna dan tujuan yang terkandung di dalam Al Qur’an,
yakni :
1)
Dari kejanggalan redaksi (rakakat al faz)
2)
Dari cacat atau kejanggalan dari maknanya (fasad al ma’na), karena bertentangan
dengan akal dan panca indera, atau dengan kandungan dan makna Al Qur’an, atau
dengan fakta sejarah.
3)
Dari kata-kata asing (gharib),
yaitu kata-kata yang tidak bisa dipahami berdasarkan maknanya yang umum
dikenal.
c.
Tujuan mempelajari ilmu hadis dirayah adalah untuk mengetahui derajat
keabsahan hadis sebagai dasar hukum agama (shahih, hasan dan dhaif), dan
mengetahui seluk-beluk para perawi dalam meriwayatkan hadis, baik jumlah,
keadaan, sifat dan sampainya periwayatan itu kepada Nabi SAW. Atau untuk
mengetahui dan menetapkan Hadis-Hadis yang maqbul (yang dapat diterima sebagai
dalil atau untuk diamalkan) dan yang mardud (yang ditolak).
d.
Penyusun Ilmu Hadis Dirayah adalah Abu Muhammad Hasan bin Abdurrahman Ar
Rumuharmuzi (W. 360 H.).
0 komentar:
Posting Komentar
Segala bentuk saran dan kritik yang membangun sangat dibutuhkan.