Kata
“islām” berasal dari bahasa Arab aslama - yuslimu dengan
arti semantik sebagai berikut: tunduk dan patuh (khadha‘a wa istaslama),
berserah diri, menyerahkan, memasrahkan (sallama), mengikuti (atba‘a),
menunaikan, menyampaikan (addā), masuk dalam kedamaian, keselamatan,
atau kemurnian (dakhala fi al-salm au al-silm au al-salām). Dari
istilah-istilah lain yang akar katanya sama, “islām” berhubungan erat dengan
makna keselamatan, kedamaian, dan kemurnian. Secara istilah, Islam bermakna
penyerahan diri kepada Allah swt. dengan mengesahkan-Nya, membaktikan diri
pada-Nya melalui ketaatan, dan membersikan diri dari segala bentuk kemusyrikan.
Islam
adalah agama, akidah, dan aturan kehidupan yang sempurna serta sesuai dengan
setiap masa dan tempat, meskipun keadaan dan situasi terus berubah. Islam
adalah agama Allah swt. di
bumi dan di langit. Allah swt. berfirman dalam QS. al-Isra/17: 44, yang
berbunyi:
تُسَبِّحُ
لَهُ السَّمَاوَاتُ السَّبْعُ وَالْأَرْضُ وَمَنْ فِيهِنَّ ۚ وَإِنْ مِنْ شَيْءٍ
إِلَّا يُسَبِّحُ بِحَمْدِهِ وَلَٰكِنْ لَا تَفْقَهُونَ تَسْبِيحَهُمْ ۗ إِنَّهُ
كَانَ حَلِيمًا غَفُورًا
Terjemahan:
Langit yang
tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tidak
ada sesuatu pun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kalian tidak
mengerti tasbih mereka, sungguh, Dia Maha Penyantun, Maha Pengampun.
Islam ada agama yang diserukan oleh semua nabi
dan rasul sejak Nabi Adam as. sampai Nabi Muhammad saw. Allah swt. berfirman
dalam QS. al-Anbiya/21: 92, yang berbunyi:
إِنَّ
هَٰذِهِ أُمَّتُكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَأَنَا رَبُّكُمْ فَاعْبُدُونِ
Terjemahan:
Sungguh, (agama
tauhid) inilah agama kalian, agama yang satu, dan Aku adalah Rabb kalian, maka
sembahlah Aku.
Allah swt. telah memuliahkan Nabi Muahammad
saw. dengan menjadikannya sebagai penutup para nabi dan rasul serta menjadikan
dakwah yang dia emban sebagai risalah penutup, setelah kemusyrikan kepada Allah
swt. menyebab di mana-mana dan ajaran yang disampaikan nabi-nabi sebelumnya
diingkari. Islam muncul, tepat ketika para rasul didustakan oleh kaum mereka
sendiri. Islam adalah risalah pamungkas dari sekian banyak risalah dan
sekaligus menjadi nasikh bagi semua syariat yang datang sebelumnya. Allah swt.
berfirman dalam QS. at-Taubah/9: 33, yang berbunyi:
هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَىٰ وَدِينِ
الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ
Terjemahan:
Dialah yang
telah mengutus Rasul-Nya dengan petunjuk (al-Qur’an) dan agama yang benar untuk
diunggulkan atas segala agama, walaupun orang-orang musyrik tidak menyukai.
Islam memiliki berbagai ajaran agung dan
pencerahan yang terkandung di dalam Kitab Suci al-Qur’an “(Yang) tidak akan
didatangi oleh kebatilan, baik dari depan maupun dari belakang (pada masa lalu
maupun pada masa yang akan datang), yang diturunkan dari Rabb Yang
Mahabijaksana, Maha Terpuji.” (QS. Fushshilat/41: 42); juga yang terkandung
di dalam as-Sunnah (segala yang dinisbahkan kepada Nabi dalam bentuk ucapan,
perbuatan ketetapan, atau sifat). Di dalam sebuah hadits Rasulullah saw.
bersabda, “Islan didirikan atas lima hal: Syahadat bahwa tidak ada Rabb
selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, melaksanakan sholat, menunaikan
zakat, haji ke Baitullah, dan puasa Ramadhan.” (Mutafaq ‘alaih).
1.
Dua Kalimat Syahadat
Seseorang yang
telah memeluk agama Islam harus mengetahui dan mengucapkan dua kalimat
syahadat. Dua kalimat syahadat adalah kesaksian bahwa tiada tuhan selain Allah
dan Muhammad adalah utusan Allah swt. sebagaimana Allah swt. berfirman dalam
QS. al-Hujurat/49: 15, yang berbunyi:
إِنَّمَا
الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ آمَنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ لَمْ يَرْتَابُوا
وَجَاهَدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ۚ أُولَٰئِكَ
هُمُ الصَّادِقُونَ
Terjemahan:
Sesungguhnya orang-orang mukmin yang
sebenarnya adalah mereka yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian
mereka tidak ragu-ragu, dan mereka berjihad dengan harta dan jiwanya di jalan
Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar.
Jadi, setiap
muslim haruslah seorang yang menegaskan bahwa dirinya memang benar-benar mengesakan
(bertauhid pada) Allah serta jauh dari segala yang dapat menggugurkan
ketahuhid-annya itu, baik dalam perbuatan syirik kecil yang dapat merusak
kesempurnaan tauhid semisal perbuatan riya, dan terlebih lagi syirik besar
seperti beribadah kepada sesuatu selain Allah swt. Setiap muslim juga harus
menjauhi segala bentuk kekufuran, baik kekufuran besar yang dapat
mengeluarkannya dari ajaran Islam, semisal mengingkari kitab suci, para rasul,
berlaku munafik; atau kekufuran kecil yang dapat merusak kesempurnaan iman.
Adapun tauhid terbagi menjadi tiga bagian pokok, yaitu:
a.
Tauhid Uluhiyyah, adalah mengesakan Allah dengan ibadah dan tidak menyekutukan-Nya.
Allah berfirman dalam QS. an-Nisa/4: 36:
وَاعْبُدُوا
اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا...
Terjemahan:
Sembahlah Allah dan janganlah kamu
menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun....
b.
Tauhid Rububiyyah, adalah mengesakan Allah dalam segala ketentuan-Nya
seperti meyakini bahwa Allah-lah yang Maha Pemberi rezeki, menghidupkan dan
mematikan manusia. Allah swt. berfirman dalam QS. ar-Rum/30: 40:
اللَّهُ
الَّذِي خَلَقَكُمْ ثُمَّ رَزَقَكُمْ ثُمَّ يُمِيتُكُمْ ثُمَّ يُحْيِيكُمْ ۖ هَلْ
مِنْ شُرَكَائِكُمْ مَنْ يَفْعَلُ مِنْ ذَٰلِكُمْ مِنْ شَيْءٍ ۚ سُبْحَانَهُ
وَتَعَالَىٰ عَمَّا يُشْرِكُونَ
Terjemahan:
Allah-lah yang menciptakan kalian, kemudian
memberi kalian rezeki, lalu mematikan kalian, kemudian menghidupkan (kembali).
Adakah di antara mereka yang kalian sekutukan dengan Allah itu yang dapat
berbuat sesuatu yang demikian itu? Mahasuci Dia dan Mahatinggi dari apa yang
mereka persekutukan.
c.
Tauhid Asma’ wa Sifat, adalah meyakini sesuatu yang telah ditetapkan Allah
untuk diri-Nya baik nama maupun sifat-Nya, seperti apa yang telah Allah
tetapkan untuk utusan-Nya (tanpa mengadaptasi, mencontoh, merusak, maupun
kecondongan). Allah swt. berfirman dalam QS. asy-Syuara/42: 11:
لَيْسَ
كَمِثْلِهِ شَيْءٌ ۖ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
....
Terjemahan:
.....Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia.
Dan Dialah yang Maha Mendengar dan Melihat.
Sementara itu
kalimat “Muhammad Rasulullah” bermakna bahwa Muhammad adalah seorang
yang diutus oleh Allah swt. kita wajib memercayai segala yang disampaikannya,
wajib menaati semua perintahnya, wajib meninggalkan setiap larangannya, dan
wajib menyembah Allah swt. sebagaimana yang telah disyariatkannya. Allah
swt. berfirman dalam QS. Ali Imran/3: 31:
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ
اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ ۗ
وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Terjemahan:
Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku,
niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu". Allah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
2.
Sholat
Sholat menurut
bahasa adalah do’a, sedangkan menurut istilah adalah serangkaian ucapan dan
perbuatan yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam. Disebut sholat
karena ibadah tersebut menjadi penghubung (shilah) antara seorang hamba dengan
rabbnya. Sholat menduduki derajat tertinggi dari ibadah-ibadah lainnya dalam
Islam. Allah swt. berfirman dalam QS. al-Hajj/22: 77:
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ارْكَعُوا وَاسْجُدُوا وَاعْبُدُوا رَبَّكُمْ
وَافْعَلُوا الْخَيْرَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ۩
Terjemahan:
Wahai orang-orang yang beriman! Rukuklah,
sujudlah, dan sembahlah Tuhanmu; dan berbuatlah kebaikan, agar kamu beruntung.
Sholat adalah tiang agama dan tali Allah yang
kuat. Rasulullah saw. bersabda “pokok segala urusan adalah Islam, tiangnya
adalah sholat, dan puncaknya adalah jihad di jalan Allah.” (mutafaq
‘alaih). Di hadis lain dikatakan Rasulullah saw. bersabda “perjanjian
antara kami dengan mereka adalah sholat lima waktu, barangsiapa yang
meninggalkan sholat maka dia telah kafir.” Kemudian dalam hadis lain lagi
dikatakan rasulullah saw. bersabda “barangsiapa yang meninggalkan sholat
fardhu secara sengaja maka dia telah kafir secara terang-terangan.”
Dari beberapa
hadis di atas maka jelaslah maka sholat merupakan ibadah yang paling pertama
dan utama. Sholat adalah kunci dari segala amal ibadah, baik buruknya amalah
kita tergantung baik buruknya sholat kita, sebagaimana sabda Rasulullah saw. “amalan
yang pertama kali dihisab adalah amalan sholat, apabila baik sholatnya maka
baiklah seluruh amalannya dan apabila buruk sholatnya maka tertolaklah seluruh
amalannya.” (HR. Ath-Thabrani). Jadi triliunan sedekah yang kita
keluarkan, haji dan umrah yang berkali-kali kita laksanankan dan seluruh
kebaikan yang pernah kita lakukan tidak akan berarti disisi Allah manakalah
sholat kita tinggalkan.
Muslim sejati
adalah orang yang konsisten melaksanakan sholat lima waktu secara berjamaah di
masjid sesuai dengan syarat, rukun, sunnah, dan tepat pada waktunya, sembari
menjauhi kesalahan yang dilakukan. Adapun syarat-syarat sholat adalah sebagai
berikut:
a.
Beragama Islam.
b.
Baligh dan berakal.
c.
Suci dari hadats besar dan kecil.
d.
Suci badan, pakaian, dan tempat sholat dari najis.
e.
Menutup aurat.
f.
Telah masuk waktu sholat.
g.
Menghadap kiblat.
h.
Mengetahui rukun dan sunnah sholat.
Rukun-rukun
sholat adalah sebagai berikut:
a.
Niat.
b.
Takbiratul ihram.
c.
Berdiri bagi yang mampu.
d.
Membaca surah al-Fatihah pada tiap rakaat.
e.
Ruku’ dengan thuma’ninah.
f.
I’tidal dengan thuma’ninah.
g.
Sujud dua kali dengan thuma’ninah.
h.
Duduk diantara dua sujud dengan thuma’ninah.
i.
Duduk tahiyat/tasyahud akhir dengan thuma’ninah.
j.
Membaca tahiyat/tasyahud akhir.
k.
Membaca sholawat nabi pada tahiyat/tasyahud akhir.
l.
Salam
m.
Tertib
Sunnah-sunnah
sholat, dibagi menjadi dua bagian yaitu: sunnah Ab’adh dan sunnah
Hai’at.
Sunnah Ab’adh yaitu amalan
sunnah yang apabila tertinggal/tidak dikerjakan maka harus diganti dengan sujud
sahwi. Yang termasuk sunnah Ab’adh antara lain:
a.
Duduk tahiyat/tasyahud awal.
b.
Membaca tahiyat/tasyahud awal.
c.
Membaca sholawat atas nabi pada tahiyat/tasyahud awal.
d.
Membaca sholawat atas keluarga nabi pada tahiyat/tasyahud
awal.
Sunnah Hai’at adalah amalan
sunnah yang apabila tertinggal/tidak dikerjakan, maka tidak disunnahkan untuk
sujud sahwi. Yang termasuk sunnah hai’at adalah sebagai berikut:
a.
Mengangkat kedua tangan ketika takbiratul ihram sampai
sejajar tinggi ujung jari dengan telinga atau telapak tangan sejajar dengan
kedua bahu.
b.
Meletakkan kedua tangan di dada atau antara perut dan
dada. Telapak tangan kanan memegang pergelangan tangan kiri.
c.
Mengarahkan pandangan kedua mata ke arah tempat sujud,
kecuali pada waktu membaca syahadat pada tasyahud, ketika itu pandangan mata
melihat telunjuk tangan kanan.
d.
Membaca doa iftitah.
e.
Diam sebentar sebelum membaca surah al-Fatihah.
f.
Membaca ta’awuz sebelum membaca surah al-Fatihah
g.
Membaca “aaamiin” setelah selesai membaca al-Fatihah.
h.
Membaca surah atau beberapa ayat al-Qur’an.
i.
Membaca takbir setiap kali akan rukuk dengan mengangkat
kedua tangan seperti pada takbiratul ihram.
j.
Membaca tasbih selama rukuk.
k.
Mengangkat tangan ketika bangun dari rukuk sambil membaca
tasmi’.
l.
Membaca tahmid dan doa setelah berdiri tegak.
m.
Membaca tasbih ketika sujud.
n.
Membaca takbir ketika bangun dari sujud.
o.
Duduk iftirasy (bersimpuh) pada semua duduk dalam sholat
kecuali pada duduk tasyahud akhir.
p.
Membaca doa ketika duduk diantara dua sujud.
q.
Meletakkan kedua tangan di atas dua paha ketika duduk
iftirasy maupun duduk tawarruk.
r.
Membentangkan atau merenggangkan jari-jari tangan kiri
dan mengepalkan tangan kana kecuali jari telunjuk pada saat duduk iftirasy,
tasyahud, dan duduk tawarruk.
s.
Membaca doa salam.
t.
Berniat memberi salam kepada makmun atau berniat memberi
salam kepada malaikat yang makmun.
Makruh-makruh
dalam sholat:
a.
Menahan keluarnya hadats.
b.
Memejamkan mata.
c.
Menutup mulut rapat.
d.
Berpaling kekanan kekiri.
e.
Membuka kepala, tanpa memakai kopyah maupun sorban.
f.
Menengadah ke langit.
g.
Meludah.
h.
Meletakkan telapak tangan ke dalam lengan baju.
i.
Mengurangi sesuatu yang mengurangi kekhusyu’an dalam
sholat.
Hal-hal yang
membatalkan sholat:
a.
Berhadats baik besar maupun kecil.
b.
Terkena najis yang tidak dimaafkan.
c.
Berbicara.
d.
Terbukanya aurat.
e.
Mengubah niat.
f.
Makan atau minum walau sedikit.
g.
Banyak bergerak dengan sengaja.
h.
Tertawa.
i.
Membelakangi kiblat.
j.
Menambahkan rukun fi’li.
k.
Mendahului imam sebanyak dua rukun.
3.
Zakat
Zata menurut etimologis adalah tumbuh dan berkembang. Sedangkan
menurut terminoloigs adalah hak yang harus dikeluarkan dari harta tertentu
sesuai ketentuan syariat karena pengabdian kepada Allah pada waktu wajib
mengeluarkannya terhadap kelompok tertentu. Allah swt. berfirman dalam QS. at-Taubah/9: 103:
خُذْ
مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا وَصَلِّ
عَلَيْهِمْ ۖ إِنَّ صَلَاتَكَ سَكَنٌ لَهُمْ ۗ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
Terjemahan:
Ambillah
zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan
mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu
(menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui.
Adapun syarat
wajib zakat adalah sebagai berikut:
a.
Islam.
b.
Merdeka.
c.
Memiliki satu nisab.
d.
Kepemilikan penuh.
e.
Lewat satu tahun.
Dikecualikan
dari hal tersebut adalah hasil bumi seperti biji-bijian dan buah-buahan, maka
zakatnya dikeluarkan ketika panen. Sementara itu, haul (hitungan setahun) hasil
ternak itu sesuai dengan haul induknya. Begitu juga dengan keuntungan dagangan,
maka haulnya sesuai dengan haul modal awalnya.
a.
Zakat fitrah, dikeluarkan setiap setahun sekali di bulan suci ramadhan. Besarannya sesuai
dengan ketentuan zakat fitrah, yakni 2,5 kilogram hingga 3,5 liter makanan
pokok yang digunakan sehari-hari dan ditunaikan oleh setiap jiwa. Selain
makanan pokok atau beras, zakat fitah juga bisa dibayarkan dengan bentuk uang.
Ketentuan zakat bentuk uang ini disesuaikan pula dengan harga makanan pokok
yang dikonsumsi oleh pemberi zakat. Misalnya setiap hari kita makan dengan
beras yang dibeli seharga Rp.13.000/kg, maka zakat fitrah yang harus
dikeluarkan seharga bahan makanan yang sama.
b.
Zakat maal (zakat harta), yang dimaksud memiliki dua syarat: yang pertama dapat
dimiliki, disimpan, dihimpun, dan dikuasai. Yang kedua dapat diambil manfaat
sesuai ghalibnya, misal: rumah, ternak, mobil, hasil pertanian, uang, emas, dan
perhiasan lainnya. Seorang muslim wajib mengeluarkan zakat atas hartanya
tersebut dengan ketentuan zakat sebesar 2,5 persen dari jumlah total yang
dimiliki. Harta yang dimiliki memiliki syarat ketentuan seperti: (1) Dimiliki
penuh. (2) bertambah atau berkembang. (3) lebih dari kebutuhan pokok. (4) bebas
dari hutang. (5) cukup nisab. (6) sudah berlalu satu tahun. Rasulullah saw.
bersabda: “tidak ada kewajiban bagi
dirimu atas sesuatu, sehingga kamu mempunyai dua puluh dinar. Jika kamu
telah mencapai dua puluh dinar dan telah mencapai satu tahun, maka zakat
darinya adalah setengah dinar. Sedangkan kelebihannya dihitung menurut
perhitungannya. Tidak ada zakat pada suatu harta, sehingga mencapai satu
tahun.” Satu dinar bernilai 4.25 gram sehingga 20 dinar sama dengan 85 gram
emas. Maka jika harta kita sudah memenuhi ketentuan zakat alias sudah mencapai
satu nisap atau 85 gram emas, kita wajib mengeluarkan zakat maal. Sebagai
contoh: A memiliki emas yang tersimpan seharga Rp. 100 juta selama setahun.
Jika saat ini harga emas per gram adalah 622 ribu, maka nisap zakat (85 gram
emas) adalah Rp. 52.870.000, dengan begitu, A sudah wajib menunaikan zakat maal
dengan jumlah yang dibayarkan seperti hitungan 2,5 persen x Rp. 100 juta = Rp.
2.500.000
c.
Zakat penghasilan atau profesi, dikeluarkan dari penghasilan yang diperoleh dari
pengembangan diri dengan cara sesuai syariat. Zakat penghasilan ini
dianalogikan seperti zakat hasil
pertanian yang dibayarkan ketika sudah memperoleh hasilnya. Ketentuan zakat
profesi yakni ketika sudah memiliki nisab 653 kilogram gabah atau 524 kilogram
beras. Sedangkan besarannya tetap mengikuti kadar zakat maal, yaitu 2.5 persen.
Misalnya, A menerima penghasilan 10 juta. Kemudian harga beras yang biasa
dimakan saat ini adalah Rp.10.000/kg. Sehingga jika dikalihkan 534 kilogram
beras jumlahnya adalah Rp.5.240.000. Dengan demikian, jumlah yang harus
dibayarkan senilai: 2.5 persen x Rp.10 juta = Rp. 250.000.
Adapun zakat
sebagai salah satu perintah yang diwajibkan memiliki ketentuan penerima yang
diatur dalam QS. at-Taubah/9: 60:
۞ إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ
وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي
الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ ۖ فَرِيضَةً
مِنَ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
Terjemahan:
Sesungguhnya
zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin,
pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk
(memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk
mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan
Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
Berdasarkan ayat
di atas, ada delapan golongan orang yang berhak menerima zakat, yaitu:
a.
Fakir, yaitu mereka yang hampir tidak memiliki apa-apa
sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan pokoknya sehari-hari.
b.
Miskin, yaitu mereka yang memiliki harta namun tidak
cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar
untuk hidup.
c.
Amil, yaitu mereka yang mengumpulkan dan mendistribusikan
zakat.
d.
Mu'allaf, yaitu mereka yang baru masuk Islam dan
membutuhkan bantuan untuk menguatkan dalam tauhid dan syari’ah.
e.
Hamba sahaya, yaitu budak yang ingin memerdekakan
dirinya.
f.
Gharimini, yaitu mereka yang berhutang hidup dalam
mempertahankan jiwa dan izzahnya.
g.
Fisabilillah, yaitu mereka yang berjuang di jalan Allah
dalam bentuk kegiatan dakwah, jihad dan sebagainya.
h.
Ibnu sabil, mereka yang kehabisan biaya di perjalanan
dalam ketaatan kepada Allah.
4.
Puasa Ramadhan
Menurut etimologis,
puasa adalah mencegah. Sedangkan menurut terminologis, puasa adalah beribada
kepada Allah dengan menahan diri dari semua yang membatalkan seperti makan,
minum, dan jima’, mulai dari terbit fajar hingga terbenam matahri. Ibnu Qayyum
al-Jauziyyah berkata yang dimaksud dengan puasa adalah menahan diri dari
syahwat, melepaskan diri dari kebiasaan sehari-hari, dan meluruskan
potensi-potensi nafsu untuk mempersiapkan diri meraih puncak kebahagiaan dan
kenikmatan, serta agar perbuatan yang dilakukan bersih dan diterima kelak dalam
kehidupan yang abadi. Puasa juga menahan pahitnya lapar dan haus dahaga,
sehingga mengingatkan kita kepada penderitaan kaum fakir miskin, yang memang
hal itu selalu menjadi beban penderitaan mereka. Allah telah mewajibkan
hamba-hambanya yang beriman agar berpuasa pada tahun kedua hijriah. Allah
swt. berfirman dalam QS. al-Baqarah/2:
183:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا
كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ
لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Terjemahan:
Hai
orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan
atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.
Puasa adalah
ibadah halus (tersembunyi) yang hanya diketahui oleh hamba dan Rabbnya. Sementara
orang-orang hanya dapat mengetahui lahirnya saja, yakni jika yang
berpuasa tidak makan dan tidak minum. Di sisi lainnya tidak satupun yang
mengetahuinya selain dia sendiri (yang berpuasa) dan Rabbnya di dalam
meninggalkan makanan, minuman, dan syahwat yang dikerjakan hanya karena Allah
swt. Rabb yang diibadahinya. Itulah hakikat puasa yang sebenarnya. Rasulullah saw. bersabda,
“setiap amal anak cucuk ada ada bagiannya, kecuali puasa. Maka sesungguhnya
puasa itu adalah milik-Ku dan aku sendiri yang akan membalasnya” (Mutafaq ‘alaih)
Adapun cara
penetapan puasa pada bulan ramadhan adalah dengan melihat hilal bulan ramadhan,
sebagaimana Rasulullah saw. bersabda, “Berpuasa dan
berbukalah karena melihat bulan. Jika engkau terhalang melihatnya (karena
tertutup awan) maka sempurnakanlah hitungan bulan sya’ban menjadi tiga puluh
hari.” (Mutafaq ‘alaih).
Adapun syarat wajib berpuasa adalah sebagai berikut:
a.
Islam.
b.
Baligh.
c.
Berakal.
d.
Mampu berpuasa.
Sedangkan hal-hal yang membatalkan puasa, setidaknya ada delapan
hal yang wajib kita perhatikan, yaitu:
a.
Memasukkan sesuatu
ke lubang tubuh.
b.
Pengobatan melalui
dua lubang tubuh (qubul dan dubur).
c.
Muntah dengan
sengaja.
d.
Melakukan hubungan
suami istri.
e.
Keluar air
mani.
f.
Haid atau
nifas.
g.
Gila.
h.
Murtad.
5.
Haji
Secara etimologis haji adalah datang dan berniat. Sedangkan secara
terminologis adalah berniat pergi ke Baitullah pada waktu yang telah ditentukan
dengan niat menunaikan ibadah, seperti thawaf, sa’i, wukuf di Arafah, dan yang
lainnya. Hukum haji adalah fardhu ‘ain bagi orang yang mampu melaksanakannya
satu kali dalam seumur hidup. Siapa saja
yang mengingkarinya, berarti dia telah kelur dari Islam. Allah berfirman dalam
QS. Ali Imran/3: 97:
فِيهِ آيَاتٌ
بَيِّنَاتٌ مَقَامُ إِبْرَاهِيمَ ۖ وَمَنْ دَخَلَهُ كَانَ آمِنًا ۗ وَلِلَّهِ
عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا ۚ وَمَنْ
كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ
Terjemahan:
Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di
antaranya) maqam Ibrahim; barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi
amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu
(bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa
mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak
memerlukan sesuatu) dari semesta alam.
Adapun syarat-syarat
haji adalah sebagai berikut:
a.
Islam.
b.
Berakal.
c.
Baligh.
d.
Merdeka.
e.
Mampu (baik dari segi kesehatan maupun dari segi
pembiayaan/harta)
f.
Bagi wanita harus ada mahram yang mendampingi.
Rukun-rukun
haji:
a.
Ihram: niat masuk dalam ibadah haji. Orang yang
meninggalkan niat ini maka hajinya tidak sah. Rasulullah saw. “Setiap amal
itu harus disertai dengan niat. Setiap orang mendapatkan sesuatu karena
niatnya.” (HR. al-Bukhari)
b.
Wukuf di Arafah: berhenti walau sejenak. Dari segi
pandangan hukum Islam, siapa yang berhenti walau sejenak di Padang Arafah
setelah tergelincirnya matahari 9 dzulhijjah, maka wukufnya dinilai shahih. Rasulullah
saw, bersabda “haji itu adalah Arafah” (HR. Khamsah).
c.
Thawaf ifadhah: mengelilingi ka’ba sebanyak 7 kali, yang
dilakukan setelah melontar jumrah aqobah pada tanggal 10 dzulhijjah. Allah swt.
berfirman “hendaklah merela melakukan thawaf sekeliling rumah yang tua itu
(Baitullah).” (QS. al-Hajj/22: 29.)
d.
Sa’i: berjalan kaki dari bukit shafa dan marwah. Dimulai dari
bukit shafa, kemudian berjalan sampai tujuh kali perjalanan hingga berakhir di
Bukit Marwah. Rasulullah saw. bersabda, “Lakukanlah sa’i karena Allah
mewajibkan kalian untuk melakukannya.” (HR. Ahmad).
e.
Tahallul: mencukur rambut kepala setelah seluruh
rangkaian haji selesai. Waktunya sekurang-kurangnya adalah setelah lewat
tanggal 10 dzulhijjah.
Wajib haji:
a.
Mabit di muzdalifah.
b.
Lempar jumrah aqabah tujuh kali.
c.
Lempat tiga jumrah di hari tasyriq (11, 12, dan 13
dzulhijjah).
d.
Mabit pada malam tasyriq.
e.
Ihram dari miqat.
f.
Tawaf wada.
Rukun haji menentukan keabsahan ibadah haji. Rukun
haji tidak dapat digantikan dengan denda
atau dam dan lainnya. Sedangkan wajib haji tidak berpengaruh pada keabsahan
haji. Orang yang meninggalkannya tanpa uzur terkena dosa atas kelalaiannya dan
diwajibkan membayar dam atau denda.
Inilah lima perkara yang kita kenal dengan
Rukun Islam. Allah swt. berfirman dalam QS. Ali Imran/3: 85:
وَمَنْ
يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ
مِنَ الْخَاسِرِينَ
Terjemahan;
Barangsiapa
mencari agama selain Islam, dia tidak akan diterima, dan di akhirat dia termasuk
orang yang rugi.
DAFTAR PUSTAKA
Abyan, Amir,
dam Zainal Muttaqin. Fikih. Semarang: PT. Karya Toha Putra, 2012.
Al farisi,
Faris. Belajar Shalat & Berdoa. Surakarta: CV. ITA.
Al-Aidan,
Abdullah bin Abdul Aziz. Tarbiyah Dzatiyah. Riyadh: 2004.
Al-Maghlouth,
sami bin Abdullah. Atlas Agama-Agama. Jakarta: Almahira, 2017.
Al-Hilali,
Syaikh salim bin ‘ied. Syarah Riyadhush Shalihin Jilid IV. Jakarta: PT.
Pustaka Imam Asy-Syafi’i, 2015.
Aladib, Moh.
Machfuddin. Terjemah Bulughul Maram. Semarang: PT. Karya Toha Putra.
Baqi, Muhammad
Fu’ad Abdu. Shahih Bukhari dan Muslim. Surabaya: PT. Bina Ilmu.
Kementrian
Agama. Al-Qur’an dan Terjemahannya. Jakarta: Al-Hadi, 2015.
2 komentar:
👍👍👍
alhandulillah
Posting Komentar
Segala bentuk saran dan kritik yang membangun sangat dibutuhkan.